Managemen Air Tambak: Pengelolaan Amonia dalam Pembesaran Udang Vaname
Amonia (NH3) adalah senyawa anorganik yang dapat ditemukan baik di udara maupun di dalam air terutama perairan tambak. Bentuk amonia dalam air ada dua jenis yaitu amonia yang tidak terionisasi (NH3) dan amonia yang terionisasi atau disebut amonium (NH4). Amonia yang tidak terionisasi lebih berbahaya dan beracun untuk udang vaname maupun ikan lainnya. Selain itu, daya racunnya akan meningkat ketika dibarengi dengan DO air tambak yang rendah. Kadar amonia yang melebihi 0,11 mg/L beresiko menyebabkan terganggunya pertumbuhan udang di tambak.
Perubahan pH Berpengaruh terhadap Kadar Amonia Air Tambak
Reaksi amonia di dalam air sangat berkaitan dengan kondisi pH, karena adanya proses ionisasi amonia di air tambak. Ketika pH tinggi atau ion hidrogen (H+) dalam air rendah, maka terbentuk amonia tidak terionisasi. Sebaliknya, ketika pH air rendah atau ion hidrogen dalam air banyak, maka terbentuk amonium. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi pH atau semakin rendahnya ion hidrogen di air akan berakibat pada tingginya amonia tidak terionisasi yang berbahaya bagi udang.
Kenaikan pH dan kenaikan kadar amonia biasa terjadi ketika saing hari, karena berkaitan dengan kegiatan fotosintesis di dalam tambak. Pada air tambak terjadi dissosiasi molekul air menjadi ion hidrogen (H+) dan ion hidroksida (OH-), selanjutnya ion hidrogen akan bereaksi dengan ion karbonat membentuk ion bikarbonat (HCO3). Ion bikarbonat kemudian akan membentuk molekul CO2 yang digunakan saat proses fotosintesis. Hal inilah yang menyebabkan pH air tambak mengalami kenaikan saat siang hari atau saat ada proses fotosintesis. Kadar pH yang melonjak tinggi menyebabkan reaksi amonia di air lebih membentuk amonia dibandingkan amonium. Oleh karena itu untuk menghindari lonjakan pH yang terlalu tinggi antara pagi dengan diang hari perlu diperhatikan sumber CO2 yang masuk di dalam tambak.
Penguraian Amonia dalam Air Tambak
Kadar amonia di dalam air tambak yang tinggi dapat diatasi dengan melakukan beberapa hal tertentu pada air tambak. Ketika persiapan air tambak ataupun ketika udang masih muda, dimana kebutuhan amonia oleh plankton belum tercukupi dari feses, sisa pakan, maupun aktivitas mikroorganisme di dalam air tambak maka perlu diberikan penambahan CO2 dari luar. Sumber CO2 bisa dari pupuk organik atau fermentasi. Selain itu, perlu dipertahankan jumlah plankton di tambak dan menghindari kematian masal plankton sebagai pelaku utama pemanfaatan amonia di air tambak.Tips lain nya adalah dengan rutin melakukan sipon dasar tambak dan pemberian bakteri Bacillus sp. rutin ke dalam tambak. Amonia yang pada dasarnya berbahanya baik berasal dari sisa pakan, feses udang, ataupun plankton mati juga dapat dikurangi dengan pengelolaan secara mikrobiologi. Pengelolaan amonia berdasarkan mikrobiologi dapat dikelompokkan menjadi jalur fotoautotrof, jalur kemoautotrof, dan jalut heterotrof.
Jalur fotoautotrof dapat disebut juga sebagai jalur yang bertumpu pada kegitatan mikroorganisme fitoplankton di dalam tambak. Saat pertumbuhan plankton di air tambak terdapat dua jenis sumber nirogen yang digunakan yaitu amonia terionisasi atau amonium (NH4) dan nitrat (NO3). Selain sumber nitrogen pada pertumbuhan plankton juga diperlukan adanya sinar matahari yang cukup, sediaan CO2, ion bikarbonat, dan ion orthoposfat (HPO4) agar biosintesis atau pertumbuhan plankton berjalan dengan baik.
Kemoautotrof dapat diartikan sebagai penggunaan senyawa anorganik sebagai energi untuk tumbuh. Jalur kemoautotrof pada amonia adalah jalur penguraian amonia dengan menggunakan jenis bakteri nitrifikasi di air tambak.. Bakteri nitrifikasi memiliki pertumbuhan yang lambat karena proses dalam memperoleh energinya dan optimalnya membelah diri setiap 15-24 jam. Bakteri yang berperan dalam proses kemoautotrof dibagi menjadi dua jenis yaitu ammonia oxider (ada 5 genera) dan nitrit oxider (ada 4). Bakteri ammonia oxider (AOB) memeroleh energi dari konversi amonia tidak terionisasi menjadi nitrit (NO2) seperti Nitrosomonas, Nitrosovibrio Nitrosolobus, dan Nitrosospira. Bakteri nitrit oxider adalah bakteri yang melakukan oksidasi nitrit menjadi nitrat dan memroleh energi dari konversi tersebut seperti Nitrobacter, Nitrospina, Nitrospira, dan Nitrococcus. Genus bakteri yang terutama berperan penting adalah Nitrosomonas dan Nirobacter. Proses nitrifikasi bakteri pada jalur ini bersifat oblogat aerob atau memerlukan oksigen agar dapat berkembang biak. Konversi dari amonia ke nitrit ini berlangsung lebih lama dibandingkan dengan proses konversi nitrit ke nitrat, sehingga lebih banyak ditemukan lonjakan akumulasi senyawa amonia dibandingkan akumulasi senyawa nitrit.
Aktivitas bakteri Nitrosomonas yang digambarkan dalam bentuk reaksi yaitu sebagai berikut:
1. Sumber kabonnya adalah bikarbonat (HCO3)
NH4 + O2 + HCO3 ----> C5H7O2N + NO2 + H2O + H2CO3
2. Sumber karbonnya adalah karbondi oksida CO2
NH4 + O2 + CO2 ------> C5H7O2N + NO2 + H2O + H
Kemudian dilanjutkan dengan aktivitas bakteri Nitrobacter yang digambarkan dalam bentuk reaksi yaitu sebagai berikut:
1. Sumber kabonnya adalah bikarbonat (HCO3)
NO2 + NH4 + O2 + H2CO3 ------> C5H7O2N + NO3 + H2O
2. Sumber karbonnya adalah karbondi oksida CO2
NO2 + NH4 + O2+ CO2 + H2O ------> C5H7O2 + NO3 + H
Bakteri heterotrof menggunakan bahan organik sebagai energinya dan bersifat aerob. Sebagian bakteri heterotrog juga bersifat anaerob fakultatif atau bisa hidup dalam kondisi ada oksigen atau tanpa oksigen.Bakteri heterotrof juga mampu bertahan hidup dengan kisaran suhu, pH, dan salinitas yang luas serta mampu membentuk spora jika kondisi lingkungan kurang menguntungkan. Penguraian amonia melalui jalur bakteri heterotrof dapat membentuk makroagregat bersama dengan debris, zooplankton, fitoplankton, detritus ciliata, dan lainnya yang disebut sebgai biflocs. Penguraian amonia oleh jenis bakteri ini dapat berupa bakteri gram positif seperti Bacillus sp. ataupun oleh bakteri gram negatif seperti Pseudomonas sp.
Aktivitas bakteri heterotrof dapat digambarkan oleh reaksi berikut:
NH4 + C12H22O11 + HCO3 + O2 -------> C5H7O2N + H2O + CO2
Leave a Comment